Langsung ke konten utama

Postingan

TEMAN KERJA

    Gelak tawa kami membawa ingatanku kembali pada dimensi waktu yang berbeda. Setahun lalu tepatnya, triwulan pertama tahun 2020 . Ditengah situasi pandemi yang menghantam seantero jagad , membuat seluruh sistem pada tatanan hidup yang sudah sedemikian rapih disusun oleh manusia harus berubah drastis demi beradaptasi dengan serangan pandemi k . Nyatanya, h idup harus tetap berjalan, meskipun melambat. Begitu pula dengan sistem belajar dikampus. Semua kegiatan terpaksa dilakukan secara daring hingga jarak tak lagi jadi kendala berbagi ilmu. Sebagai salah satu mahasiswa perantau, aku tahu betul sistem ini awalnya cukup membahagiakan. Bagaimana tidak, kami masih dapat menempuh perkuliahan tanpa harus menanggung beban rindu akan kampung halaman. Tapi tidak seperti beberapa teman perantau yang memilih pulang, aku memilih tetap bertahan di kosan, melewati hari demi hari di kota besar yang kini tidak lagi ramai karena pembatasan aktifitas berskala besar. Bukan tanpa alasan,  aku hanya
Postingan terbaru
tidak dendam Hanya ingat Begitu kira kira bentuk pembelaan berkedok "bahasa halus" Demi menjelaskan dendam yang tidak lagi panas. Yang tak pantas tapi membekas. dan waktulah biang keroknya. Mendinginkan, meredakan. Tapi tak  sanggup menghilangkan. Entah karena terlalu mengakar Atau sendirinya memang tak rela.  Seperti beberapa tumpukan kertas di lemari Yang tetap manis tersusun disana Padahal tak punya guna. Sampah Diberi nama "berkas2ku" Pembelaan berkedok "bahasa halus"
EGO Tidak seberat itu untuk bilang : maaf, tolong ,terimakasih. Tidak semahal itu untuk minum kopi secangkir Atau untuk ikut natal dengan baju tahun lalu Yang bikin berat itu ego. Yang punya korelasi positif dengan gengsi. Coba turunkan sedikit gengsi. Hati akan jadi plong Ngopi di rumah tetap asik Bunga yang cantik akan tetap cantik , tidak peduli mengakarnya di pot mewah atau halaman rumah ibu.

God bless you, Nuk!

Waktu itu sudah cukup sore. Dan dagangan kami belum semuanya laku terjual. Masuk keluar dari rumah ke rumah, kosan ke kosan, menjajakan kue yang kami beli dari pasar untuk dijual lagi dengan sedikit menaikkan harga. Tampang sudah mulai lusuh dan kaki mulai menolak diajak bekerja sama. Pinggul menunggu giliran untuk pegal sebentar malam. Untung saja kami berdua, kala itu. Setidaknya bisa saling menyemangati. Sekitar pukul 7 malam, project kami pun selesai. Lelah kami terbayar dengan beberapa rupiah di tangan. Meski tak seberapa, hati kami tetap bahagia. Tiba2 saya teringat kenangan 3 tahun lalu. Kenangan yang sampai kapanpun tak akan pernah hilang dari ingatan. Saat melihat sosok wanita cantik dilayar ponsel. Teman karib, saudari berbeda rahim. Perempuan yang bersamanya saya bisa melakukan apa saja, termasuk berjualan kue keliling. Hari ini dia tunangan. Dengan seorang pria baik hati. Meskipun tidak sempat bersua, kuharap dia tetap bahagia. Dari kisah cinta mereka, Satu hal yang

KOPI : Friend or Foe?

KOPI  Friend or Foe? Minuman satu ini memang sangat populer. Saking populer sampai ada filosofinya. Sayang, kopi sering di”cap” negatif atas kandungan kafein didalamnya. Sebenarnya, seberapa bahayakah kafein itu? Untuk menjawabnya, Journal Review in Advance, 2016 memaparkan hasil diskusi International Life Sciences Institute (ILSI) Cabang Amerika Utara yang bertema : "Kafein: Teman atau Musuh ? . Berikut beberapa fakta tentang kafein : Ø   Metabolisme kafein tiap orang berbeda dikarenakan perbedaan genetik yang mempengaruhi praktik konsumsi seperti rasa dan titrasi diri, dan risiko penyakit. Ø   Orang dengan metabolisme lambat memiliki peningkatan risiko terkait penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD), sedangkan orang dengan metabolisme cepat kafein dapat terlindung dari risiko CVD oleh antioksidan dalam kopi. Ø   Konsumsi kafein jika disertai dengan kebiasaan merokok beresiko lebih tinggi terhadap CVD. Ø   Konsumsi kafein pada 180-200 mg/hari dapat membe

SEIMBANG

SEIMBANG Sebesar pengorbananku Kuharap kau juga begitu Sekuat perasaanku Kuharap kau juga begitu Seadil perlakuanku  Kuharap kau juga begitu Kadang memang sesulit itu menahan ego. Merasa paling berjuang Padahal sendirinya tidak pernah berkorban Paling cinta Padahal hanya sebatas kata Paling tertindas Padahal sendirinya tidak pernah adil berlaku Bukankah sekedar   mencinta saja tidak cukup, Jika tidak ada seimbang, pantaskah ia disebut “cinta”?

IKHLAS

“IKHLAS” “Bantu aku untuk ikhlash..bantu aku untuk ikhlash....” Beberapa mantra mulai terucap dari balik kedua bibir mungil itu. Matanya terpejam. Tubuhnya masih meringkuk di kasur. Namun jiwanya tidak sedang tidur. Rasa sakit belakangan sering datang tanpa diduga. Tidak menyerang fisik, tetapi jiwanya. Lebih sering di subuh seperti ini, atau menjebaknya saat hening malam tiba dan ia belum dapat terlelap. Satu-satunya cara menyelamatkan diri adalah dengan mengulang mantra itu beberapa kali. Khusyuk dan lemah namun itulah seluruh pasrahnya. Lalu entah bagaimana mantra itu menembus atap rumah, terus naik ke cakrawala, lalu sampai ditelinga Sang Maha Kuasa. Satu-satunya tempat manusia menaruh harap saat buntu akal, tak tahu harus mengadu kemana. Sedangkal pengetahuannya, demikianlah doa mencapai Yang Kuasa. Ia tak paham soal dosa, ia tak tahu soal tata cara, namun jauh di kedalaman hatinya, Ia tahu Tuhan sedang mendengar doanya, memeluknya, menjamah luka hatinya. ia bisa merasakan h