Langsung ke konten utama

Minum susu, malah sakit. Loh, koq bisa?

Mungkin ada diantara kita yang bertanya-tanya ketika mendengar pernyataan diatas. Bahkan mungkin mulai muncul pertanyaan dikepala kita :
"gak pernah minum susu kali? "
"waktu kecil dikasih minum apa tuh?"
Dan sederet pertanyaan lain yang mungkin bisa lebih kejam ketika mendengar ada yang mengalami kejadian demikian.
Tapi mungkin juga ada di antara kita yang malah mengalami sendiri "minum susu, malah sakit". Atau mungkin saja ini terjadi pada orang terdekat kita.
Nah, guys,.  ternyata kejadian diatas bukan hal baru di dunia kesehatan.  Berikut penjelasannya :
Ternyata dalam ilmu kesehatan, ada penyakit yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau ketidaktahanan terhadap laktosa, yaitu suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat memecah dan menyerap laktosa.
Padahal nih guys,  laktosa sendiri dikenal sebagai pemasok hampir setengah dari keseluruhan energi di dalam susu (35-45%). Nah trus gimana ceritanya tuh sumber energi koq malah bikin sakit.?
Jadi gini ya guys, dalam proses menjadi energi,  laktosa harus dihidrolisis dulu menjadi galaktosa dan glukosa agar bisa diserap dan masuk ke aliran darah. Proses hidrolisis ini membutuhkan enzim guys,  namanya enzim laktase.  Nah,  jika enzim ini tidak tersedia dalam jumlah yang cukup,  alias kekurangan,  maka laktosa tidak dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa tadi,  alhasil terjadi penumpukan laktosa. Nah,  ternyata nih guys,  laktosa yang numpuk tadi bisa jadi sumber energi bagi mikroorganisme yang ada di kolon.  Dimana, laktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme dan menghasilkan asam laktat serta gas methan. Keberadaan asam laktat dan gas methan inilah penyebab kenapa kamu mengalami sakit perut,  mual,  muntah hingga diare.  Serem ya guys..
Nah,  kalo kalian salah satu yang sering ngalamin hal ini,  kalian tidak sendiri guys,  65-75% penduduk dunia sebenarnya mengalami intoleransi laktosa. Itu menurut hasil penelitian bang Swallow pada tahun 2003.
Jadi, udah tau ya guys penjelasan ilmiah dari pertanyaan mengapa beberapa orang yang mungkin termasuk kamu, sering mengalami sakit perut saat minum susu?




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOPI : Friend or Foe?

KOPI  Friend or Foe? Minuman satu ini memang sangat populer. Saking populer sampai ada filosofinya. Sayang, kopi sering di”cap” negatif atas kandungan kafein didalamnya. Sebenarnya, seberapa bahayakah kafein itu? Untuk menjawabnya, Journal Review in Advance, 2016 memaparkan hasil diskusi International Life Sciences Institute (ILSI) Cabang Amerika Utara yang bertema : "Kafein: Teman atau Musuh ? . Berikut beberapa fakta tentang kafein : Ø   Metabolisme kafein tiap orang berbeda dikarenakan perbedaan genetik yang mempengaruhi praktik konsumsi seperti rasa dan titrasi diri, dan risiko penyakit. Ø   Orang dengan metabolisme lambat memiliki peningkatan risiko terkait penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD), sedangkan orang dengan metabolisme cepat kafein dapat terlindung dari risiko CVD oleh antioksidan dalam kopi. Ø   Konsumsi kafein jika disertai dengan kebiasaan merokok beresiko lebih tinggi terhadap CVD. Ø   Konsumsi kafein pada 180-200 mg/hari dapat membe

Pulang

Untuk tebal kabut dari subuh ke pagi Yang bertahan lebih lama saat kemarau lewat untuk embun yang menempel di kaca jendela dan teh panas yang segera menghangat dalam detik aku pasti pulang menemuimu yang dingin dikening namun hangat dikenang E. R

TEMAN KERJA

    Gelak tawa kami membawa ingatanku kembali pada dimensi waktu yang berbeda. Setahun lalu tepatnya, triwulan pertama tahun 2020 . Ditengah situasi pandemi yang menghantam seantero jagad , membuat seluruh sistem pada tatanan hidup yang sudah sedemikian rapih disusun oleh manusia harus berubah drastis demi beradaptasi dengan serangan pandemi k . Nyatanya, h idup harus tetap berjalan, meskipun melambat. Begitu pula dengan sistem belajar dikampus. Semua kegiatan terpaksa dilakukan secara daring hingga jarak tak lagi jadi kendala berbagi ilmu. Sebagai salah satu mahasiswa perantau, aku tahu betul sistem ini awalnya cukup membahagiakan. Bagaimana tidak, kami masih dapat menempuh perkuliahan tanpa harus menanggung beban rindu akan kampung halaman. Tapi tidak seperti beberapa teman perantau yang memilih pulang, aku memilih tetap bertahan di kosan, melewati hari demi hari di kota besar yang kini tidak lagi ramai karena pembatasan aktifitas berskala besar. Bukan tanpa alasan,  aku hanya